Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) adalah salah satu pembelajaran matematika yang saat
ini sedang dicoba untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika di
Indonesia. Pendekatan ini diadopsi dari Realistic Mathematics Education yang
dikembangkan di Belanda.
Frans Moerland (2003) memvisualisasikan proses matematisasi
dalam pembelajaran matematika realistik sebagai proses pembentukan gunung es (iceberg).
Visualisasi dari proses matematisasi ini digambarkan sebagai berikut.
Menurut Prof. Dr Marsigit, maka
skema pembelajaran matematika yang digambarkan sebagai gunung es ini, pada
lapisan dasar adalah konkrit, kemudian di atasnya ada model konkrit , di
atasnya lagi ada model formal dan paling atas adalah matematika formal.
Seperti yang kita tahu, gunung es
terbentuk mula-mula dari dasar laut, kemudian semakin ke atas, ke atas dan
sampailah pada pembentukan puncaknya yang terlihat di atas permukaan laut .
Seperti Gunung-gunung pada umumnya, bagian dasar gunung es, yang paling dasar
tentunya memiliki daerah atau wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan
bagian atasnya. Sedangkan matematika yang diajarkan pada kebanyakan sekolah
sekarang hanyalah matematika yang tampak di atas permukaan air laut saja dalam
gunung es tersebut, yaitu hanya matematika formal saja. padahal, Masih banyak
tahap yang ada di bawahnya yang sangat mempengaruhi kekokohan pengetahuan yang
dibangun. Seperti halnya sebuah rumah, pondasi rumah adalah yang paling dasar,
tak bisa kita langsung membangun atapnya tanpa ada pondasi dan dinding. Begitu pula
dengan matematika, Untuk membangun pengetahuan matematika siswa maka pertama
yang harus dibangun adalah dengan hal-hal yang konkret, yang ada di dalam
kehidupan siswa sehari-hari. Harus dipastikan bahwa tahap ini terbangun dengan
kokoh, dan dilanjutkan dengan tahap selanjutnya.
Hal ini diadopsi pula untuk
pendekatan Pendidikan Matematika
Realistic Indonesia . Pengetahuan matematika dibangun dari hal-hal yang
konkrit, kemudian baru ke skema, kemudian model, baru terakhir ke matematika
formal. Porsi pembelajaran matematika dengan hal-hal konkrit adalah yang paling
besar dibanding dengan yang lain. Bila diuraikan, maka tahapan pengkostruksian
pengetahuan dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1. Tahap Konkrit
Pada tahap ini, siswa
dihadapkan dengan matematika konkrit. Apakah matematika konkrit itu? Ternyata
semua yang kita lihat, yang ada dalam kehidupan sehari-hari siswa, itulah yang
disebut matematika konkrit. Misalnya, pohon, karet, kursi dll, dapat kita bawa
ke matematika konkrit. Dalam tahapan ini, guru harus memastikan bahwa
pengetahuan yang dibangun siswa dalam tahap ini kokoh, baru melanjutkan ke
tahapan selanjutnya.
2. Tahap Model Konkrit
Contoh-contoh konkrit
ketika sudah dituangkan dalam gambar, atau guru menempelkan foto benda konkrit,
maka itu sudah menjadi model konkrit. Mengapa disebut model konrit? karena
telah terkena manipulasi/ campur tangan guru, bukan lagi benda yang konkrit,
namun model konkrit.
3. Tahap Model formal
Dari model konkrit, siswa dibawa
ke tahap model formal. Misalkan saja dalam pecahan, dengan gambar (model
tertentu) siswa membangun pengetahuan bahwa
½ + ½ = 1. Namun pada tahap ini,
siswa masih menggunakan model, sehingga disebut model formal.
4. Tahap Matematika formal
Dalam tahap ini, siswa sudah
dihadapkan dengan matematika formal, dalam bentuk simbol-simbol seperti
matematika yang umumnya diberikan di sekolah-sekolah. Karena siswa membangun pengetahuan
matematika mereka dari matematika konkrit, model konkrit dan model formal, maka
siswa akan lebih mudah membangun pengetahuan matematika formal mereka karena
telah memiliki dasar yang kuat.