Sebelum kita belajar tentang
Filsafat Pendidikan Matematika, terlebih dahulu kita harus mengerti apa itu
filsafat. Mengapa harus filsafat dulu
yang dipelajari? Kita dapat meniru terminology “dunia”. “Dunia” bisa diletakkan
di depan apapun. Misal Dunia wanita, dunia pendidikan, dunia hewan, dunia
siang, dunia malam dan sebagainya. Begitupula dengan filsafat, dapat diletakkan
di depan apapun. Misal, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat Tuhan dan
sebagainya.
Filsafat adalah olah pikir yang
refleksif. Refleksif sendiri berarti mengungkapkan kembali apa yang telah
diterima, dipelajari. Karena filsafat merupakan olah pikir, maka kita bisa
memikirkan apapun meskipun terbatas. Bahkan kita dapat memikirkan Tuhan,
meskipun ada batasannya. Berfilsafat tidak boleh secara sembarangan. Kita harus
berhati-hati dan mematuhi tata karma atau adab berfilsafat. Adapun adab berfilsafat
adalah:
1.
Filsafat
itu letaknya tinggi, namun setinggi-tinggi filsafat tidak boleh melebihi
spiritual.
Setinggi-tinggi
olah pikir manusia, tetap tidak boleh melebihi keyakinan. Bisa kita ibaratkan
untuk satu langkah berfilsafat, maka dibutuhkan 10 langkah untuk berdoa. Untuk
dua langkah berfilsafat maka butuh 20 langkah untuk berdoa. Ketika kita merasa
berat dalam berolah pikir atau berdoa, maka hendaknya kita berhenti dan mohon
ampun kepada Tuhan.
Pernah
suatu ketika seorang Profesor dari suatu Universitas ternama di luar negeri
berkunjung ke Universitas Negeri Yogyakarta dan beberapa kali sempat mengikuti
kelas Dr. Marsigit (dosen filsafat pendidikan matematika). Kemudian beliau
bertanya kepada Pak Marsigit, “Apa hubungannya berdoa dengan matematika? Kenapa
engkau selalu memulai dan mengakhiri perkuliahan dengan berdoa ?”. Setelah perbincangan
yang cukup antar sang Profesor dan Pak Marsigit, diketahui bahwa ternyata sang
profesor tidak percaya dengan Tuhan karena beliau tidak tahu.
Berfilsafat
tanpa dilandasi dengan do’a sangat berbahaya. Untuk menemukan Tuhan, tidak
cukup jika hanya dengan olah pikir , harus melalui hati dan keyakinan. Jika
hanya dengan olah pikir, kita tidak akan mengerti seluk beluk hati, termasuk
cinta dan kasih saying.
2.
Filsafat
itu hidup.
Contoh
yang dapat menjelaskan adab ini yaitu : Seorang suami belum selesai menjelaskan
cintanya kepada sang istri, karena mereka belum bercinta dalam 10 tahun atau
bertahun-tahun yang akan datang. Dan hal itu tidak akan selesai sebelum kematian.
Begitupula dengan filsafat, filsafat itu hidup.
Karena
filsafat itu hidup, maka metode yang digunakan untuk mempelajarinya adalah
metode hidup. Tengoklah keluar, pelajari ciptaan Tuhan, catat, pikirkan
bagaimana Tuhan menghidupkan tumbuh-tumbuhan, manusia bahkan alam semesta.
Perhatikan mulai kita lahir sampai mati.
Hidup
itu ada yang sehat dan tak sehat atau sakit, ada pula hidup bahagia dan tak
bahagia atau susah. Begitupula dengan filsafat, ada yang sehat dan tak sehat.
Berfilsafat secara sehat yaitu beradab atau harus mengerti, memahami dan
melaksanakan tata karma berfilsafat. Sebaliknya, filsafat yang tak sehat adalah
berfilsafat tanpa memperhatikan adabnya.
Bahasa
filsafat adalah bahasa analog. Bahasa analog lebih tinggi daripada bahasa
kiasan. Misal dalam filsafat disebut dengan kata “hati”, ini bisa berarti
keyakinan, agama keTuhanan. Kata “pikiran”, bisa bermaksud urusan manusia,
urusan dunia dan lain sebagainya.
Sedangkan
objek dari filsafat adalah hal yang ada dan yang mungkin ada. Hal yang ada
yaitu hal yang bisa dilihat, disentuh, dipikirkan, yang sudah diketahui.
Sedangkan hal yang mungkin ada yaitu hal yang belum diketahui.
Metode
berfilsafat adalah metode hidup yaitu metode menerjemahkan dan diterjemahkan
(hermenitika). Berfilsafat yaitu berinteraksi namun yang refleksif. Setiap hal
di dunia ini semua berinteraksi dengan lingkungannya tanpa terkecuali. Hewan
seperti kucing dan anjing juga berinteraksi dengan lingkungan. Mereka tidak
takut dengan mobil-mobil yang besar karena mereka berinteraksi, menerjemahkan
dan diterjemahkan. Bahkan material seperti batu juga berinteraksi dengan
lingkungan. Batu berinteraksi dengan udara, panas, air sehingga berubah, apalagi
manusia.
3.
Sebelum
berfilsafat harus membersihkan diri
Sebagaimana
seperti ketika kita akan melaksanakan ibadah sholat, kita harus mensucikan diri
terlebih dahulu. Begitupula ketika kita akan berfilsafat, maka kita harus
membersihkan diri dari pikiran-pikiran yang mengganggu. Karena tanpa pikiran
yang jernih, kita tidak akan mungkin berolah pikir refleksif.
Agar
berpikiran jernih, badan juga harus bersih. Tidak mungkin kita akan berpikiran
jernih jika badan dalam kondisi kantuk, kotor sakit dan lain sebagainya.
Kejernihan yang dibutuhkan dalam berfilsafat adalah kejernihan memandang suatu
hal sehingga kita dapat merefleksi diri.
Selanjutnya, kita bicarakan tentang
adab hidup yang sehat. Hidup yang sehat secara filsafat adalah hidup yang
harmonis, hidup yang seimbang anatara unsure-unsurnya. Agar mencapai hidup yang
harmonis, maka kita tidak boleh diam saja. Karena sumbu dari keharmonisan
adalah ikhtiar atau usaha dan sumbu keikhlasan. Keikhlasan di sini adalah
keikhlasan dalam menerima hasil usaha kita. Kehidupan juga harus seimbang
antara urusan dunia dan akhirat.
Jangan pernah berpikiran bahwa kita
belajar filsafat di kelas yaitu kita siap menerima filsafat dari dosen. namun,
kita sendiri yang harus menghidup-hidupkan filsafat, dengan berikhtiar,
berinteraksi dan lain sebagainya.
Pertanyaan : Bagaimana
dengan seorang yang terkena gangguan mental? Apakah mereka juga mungkin
berfilsafat, sedangkan olah pikir mereka mungkin tidak seperti orang normal
pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar